[renungan] Jumat Mulia

Jumat yang mulia ini, biarkan hatiku berkhidmat padaMu ya Alloh.

Rasa-rasanya, sudah jauh sekali aku dariMu. Berjalan tanpa arah. Tersuruk-suruk dalam kecewa. Lagi dan lagi. Sungguh, buta hati ini. Entah apa yang dicari. Keras bagai batu, tak peka dengan keadaan.

Tuhan, bila aku berdosa, mohon ampunkan. Tak sanggup bila aku harus menanggung dosa yang kuperbuat. Aku manusia yang penuh lalai, mengejar dunia, seakan itu lah tujuan hidup. Menghalalkan segala cara asal tercapai apa yang dicari.

*****
Aku tak pernah membenci hidup. Pun tak membenci takdir. Durhaka sekali aku berani mebenci takdir. Siapa lah diri ini?

Biar lah di Jumat yang mulia ini, aku berinstropeksi. Menakar dan menilai, sudah seberapa jauhkah aku tersesat. Seberapa jauhkah aku berlari dariNya.

Gemerlap dunia yang seakan indah tlah membutakanku. Hasrat nafsu yang membelenggu tak henti-hentinya membuat aku terpuruk. Hati yang hitam legam merasa seperti permata yang indah. Mulut yang kotor berlagak seperti kyai. Otak yang bebal merasa paling mengerti. Bodohnya minta ampun merasa paham semua. Pemahaman yang seperti apakah? Penjilat.

*****
Bila aku mati dan tak berbekal, ah sungguh betapa malang nasib seperti ini. Ibarat orang melakukan perjalanan jauh, menyusuri lembah, mendaki puncak gunung, menyeberangi sungai-sungai, melintasi lautan, menejelajah gurun pasir, tapi tak membawa sedikit pun bekal. Apa yang akan terjadi? Mati sia-sia. Ah ya, tentu saja. Tanpa pernah sampai pada apa yang akan dituju.

Aku tidak mau seperti itu ya Alloh. Tuntunlah aku kembali ke jalanMu. Ampuni aku.

(Bahkan aku tak menangis menuliskan ini)
Previous
Next Post »