Dua Dua Juni

Berdendang dengan lagu-lagu lama. Aha, sungguh uniknya manusia-manusia ini (termasuk aku juga). Betapa, meski hadir begitu macam hal baru, tak serta merta membuat kita melupakan apa yang telah lalu. Tak mau mengingat mungkin iya, tapi belum tentu terhapus dari hati, akal dan rasa kita. Terkadang, bagi sebagian orang, justeru yang lalu lah yang lebih indah. Tak percaya? Lagu salah satu buktinya. Boleh jadi untuk anak-anak kita, cucu cicit kita, lagu yang kita dengarkan ini akan dibilang jadul, katro dan segala bentuk predikat yang identik dengan kata “jelek”. Tapi bagi kita, ini lah masterpiece yang memang layak untuk dikoleksi. Tak ada yang bisa menandinginya. Tak ada yang lebih baik, dari generasi manapun itu. Dan aku yakin, kelak anak cucu kita pun akan melakukan hal yang sama seperti apa yang kita lakukan sekarang. Tak percaya? Kita buktikan saja kelak bila memang kita masih diberi kesempatan untuk menjadi saksi hidup. Hihi.

Sebenarnya, ini bukan soal bagus atau tidak bagus. Tapi lebih karena kesan yang kita dapatkan. Misalkan saja, lagu A menjadi tema ketika pertama kalinya mengungkapkan perasaan kepada sang pujaan hati. Sementara lagu yang lainnya, lagu B misalnya, menjadi tema ketika kita benar-benar terpuruk dan tak ada kawan disamping kita. Hanya alunan suara lagu B yang setia menemani, membisikkan syair-syair pengguggah semangat. Dan lagu lainnya lagi, menjadi tema yang lain lagi. Jadi sebenarnya ini bukan soal kualitas, tapi soal kesan di hati.

Bicara apa aku ini? Ah ya, aku sendiri juga nggak ngerti. Sedikit (banyak sih sebenarnya) ngelantur. Yah, tak apalah. Ini karena hal inti yang sebenarnya ingin aku tulis tak terjangkau oleh memori saya yang berkapasitas minim ini. Maafkan saya ya… 

Mari kita menulis tidak jelas saja, seperti biasanya.

Pertama, Ehmmmmm… Jujur aku lupa.

Aku malah teringat dengan tekad dan konsistensi. Ini jelas tentang diriku. Beberapa hari ini, aku mencoba berinstropeksi. Menilai, menakar dan mengkalkulasikan, hahaha, gaya banget dah bahasanya. Memperhitungkan target dan hasil yang telah dicapai diantara aku dan teman-teman seperjuangan dulu. Dan hasilnya, ehmm, kalian mau tahu? Sungguh mencengangkan. Kenapa mencengangkan, karena eh karena, ternyata kekuatan tekad, keberanian bermimpi, dan konsistensi membuat hal yang (mungkin) dulu menurut kita mustahil, sekarang menjadi bisa. Sebuah pencapaian luar biasa tentunya. Tapi sayang, ini bukan tentang diriku. Ini tentang seorang sahabat, yang pernah suka-duka bersama. Teman berbagi dengan arti berbagi sebenar-benarnya. Berbagi duit, berbagi utang, berbagi emosi, berbagi sakit, dan banyak hal lainnya.

Kini, salah satu sahabat saya itu, sudah menapaki beberapa undakan yang dulu dituliskannya dalam kolom mimpi-mimpi. Dia mulai menjajakkan lagi langkahnya ke undakan yang lebih tinggi. Sungguh, hebat nian kawanku yang satu ini.

Hal ini, selain membuat aku tersenyum bangga pada apa yang telah diraihnya, juga membuat aku berkecil hati, “kenapa tekadku tak sekuat dirinya?” Langkahku teringgal sekarang. Beberapa langkah dibelakangnya, beberapa undakan dibawahnya. Karena aku digerogoti rasa malas dan takut menanggung resiko. Aku tidak berani berbeda, lebih memilih aman dengan menjadi sama dengan yang lainnya. Lompat ke arus dan mengikutinya. Tak membuat lompatan keberanian dengan melompat dan berenang berlawanan arah. Dan hasilnya, ah ya, tentu kalian tahu sendiri lah. Sama seperti arus yang lainnya. Sedang-sedang saja. (Tuhan, ajari aku untuk berbeda, beda dalam kebaikan).

Dan sudah malam. waktunya menyelesaikan membaca novel Autum in Tokyo karya Ilana tan. Tapi kalo nggak salah judul ya. Nama penulisnya sih bener.

Dah ah…

22062011

“Selamat Ulang Tahun Jakarta”
Previous
Next Post »