Lone Ranger

Lone ranger. Begitu seringnya kau menjuluki dirimu sendiri. Sudah empat tahun tujuh puluh dua hari kau habiskan. Semenjak hari pertama kau putuskan pilihan untuk menaklukan kekalahan. Semenjak itu pula, kau menjadi seorang LONE RANGER.

Luka, tangis, canda, tawa. Mengalir dalam setiap langkah yang kau lewati. Beragam karakter, berjuta cerita, menjadi pelengkap kisah yang kelak akan kau tulis.

Malam ini. Ketika mesin waktu mengirimku ke masa lalu, dan memaksaku mengunyah pil pahit sendirian, aku rela. Tak mengapa. Karena pil pahit inilah yang bisa membuat aku bertahan hingga sekarang. Tanpa ini, mungkin sudah tamat riwayat yang ingin aku tulis. Tanpa bisa menuntaskan cerita dengan akhir yang indah.

Sedikit aku ingin bertanya sebenarnya : BOLEHKAH AKU MENANGIS?

Sudah sekian lama rasanya tangisan itu tertahan. Tumpah sesaat dan kemudian menghapusnya malu-malu. Tentu aku sembunyi-sembunyi. Tak ada yang tahu. Hanya aku dan DIA. Selebihya gelap yang tak perduli. Apa pula urusan mereka.

Kau tak perlu menyalak seperti itu. Nanti akan dijawab. Bersabarlah sedikit. Rupanya waktu yang lama tak juga merubah perangaimu. Kegetiran tak serta merta membuatmu paham. Justeru membuat batu itu semakin keras saja.

Ya, tentu saja tak ada garis takdir yang buruk. Yah, maksudku, kalau bukan kita yang memilih, tentu DIA tak menuliskan yang buruk buat kita bukan? Kalau menurut kita buruk, itu mungkin iya. Tapi tidak untuk memberikan yang buruk kalau bukan kita yang meminta.

Kalau kau bertanya mimpi, aku sudah begitu lama mati suri sebenarnya. Kekerasan dan kekejaman ini membuat aku mati rasa. Tak lagi merasa. Dan tak perduli lagi dengan rasa. Bisa juga kalian bilang aku ini ZOMBIE. Tak salah. Karena zombie bisa mendiskripsikan seperti apa aku sekarang ini.

Aku membawa segantang mimpi. Itu dulu. Dan sejatinya mimpi itu tak pernah aku buang sedikitpun. Tak pernah. Hanya tak lagi aku buka pintunya. Hingga lobang kuncinya pun berkarat. Rak-raknya berdebu. Tak terawat. Setelah sekian lama aku bertualang, hingga akhirnya berlabuh terlalu lama di kota yang tak bersahabat ini, aku kalah telak. Tak bisa aku menjadi raja atas diriku. Aku hanya raja kecil diantara raja kecil lainnya. Dan tentu saja RAJA BESAR yang memegang kendalinya. Tidak ada pilihan. Yang ada hanya : TERIMA atau TINGGALKAN. Menurutku ini bukan pilihan. Meskipun terlihat seperti pilihan. Ini adalah kesepakatan. Kau TERIMA dan kau masih bertahan. Atau kau TINGGALKAN dan semua berakhir sampai disini.

Mungkin kalian takkan percaya. Atau akan bilang kalau aku ini berlebihan. Berlebihan dalam segalanya. Ah ya, tentu saja. tapi pada kenyataannya, memang seperti inilah yang dijalani. Tak kurang, dan mungkin sengaja aku lebihkan sedikit. Bumbu dramatisasi.

Bungamas itu masih ada dan akan selalu ada. Tumbuh di hutan terlarang dan dilindungi batang-batang pisang yang mengelilinginya. Batang yang tak akan pernah mati meski ditebas berapa kali pun. Sekarang dia ditebas, esok atau lusa pasti akan tumbuh lagi. Tak akan mati sebeleum dia berbuah, menuntaskan misi dan ceritanya. Dan harusnya seperti itulah yang akan aku jalani. Seperti batang pisang, yang tak akan mati sebelum berbuah. Demi BUNGAMAS.
Previous
Next Post »