Halaman 5 dari 366


Halaman 5 dari 366. Yeahhh! Whatever lah. Bukan soal berapa banyak halaman tersisa, tapi berapa banyak halaman terisi. Rugi saja kalau halaman itu terlewati tanpa tulisan apapun. Tak aka nada orang yang bisa membacanya, karena tak ada sedikitpun jejak tersisa. Hanya akan ada dua kemungkin orang berasumsi “kita cinta kebersihan, atau kita pemalas”. Kalaupun ditambahkan satu kemungkinan lagi, itu karena memang kita sudah tutup buku, sehingga memang sudah tak kuasa lagi untuk menulis sesuatu.

Pagi ini tidak ada yang spesial, tapi bagiku pagi selalu spesial. Ketika matahari dengan setia menunaikan janji dan hari baru masih datang, mimpi-mimpi itu juga masih tersemai, masih ada keyakinan dalam hatiku bahwa pada akhirnya nanti, semua ini akan menjadi baik dan lebih baik. Pagi ini spesial, hari ini spesial , karena kita tidak pernah tahu kejutan indah apa yang menanti kita di penghujung hari. What a wonderfull day. Isn’t it? Yeahhhh! Harus selalu belajar menanamkan rasa syukur.

Hariku akhir-akhir ini masih disibukkan dengan tugas akhir dan tugas akhir. Sebuah hal yang menyenangkan tentunya. Karena setiap harinya dia meminta jatah waktu untuk dipikirkan, meminta pengorbanan untuk segera diselesaikan, dan meminta tanggung jawab karena sudah berani memulainya. Dan aku tersenyum lebar lima centimeter, kemudian menjawab “Iyaaaa, akan kuselesaikan kau! Mohon doa dan kerjasamanya yaaa….”. Dan tugas akhir mengangguk-angguk senang, lembar-lembarnya ikut bergoyang, saking kuatnya dia bergoyang. Aku tersenyum geli melihat tingkahnya yagn kegirangan. “Udahhh! Jangan terlalu banyak goyang, nanti kalau ada apa-apa sama kamu, aku juga yang repot”.

Ada hal salah yang beberapa hari ini meminta jatah dipikirkan juga. Bahwasanya ternyata aku hidup di Jakarta beberapa tahun ini, hidup sebagai orang egois! Mungkin akan timbul pertanyaan, kok bisa nyimpulin begitu? Sebelum dijawab, mari kita mengingat sebuah kisah bijak jaman dulu.

Alkisah, ada seorang guru menaruh sebuah toples di atas meja. Ada batu-batu berukuran besar, ada kerikil, ada pasir, dan ada air. Guru itu kemudian memasukkan batu besar ke dalam toples, dan toples itu sudah Nampak penuh. Kemudian dia bertanya kepada murid-muridnya: “sudah penuhkah toples ini?”. Serentak sang murid menjawab “sudahhhh”. Kemudian sang guru mengambil kerikil-kerikil yang kecil, dan memasukannya ke dalam toples. Dengan sedikit di goyang-goyang, kerikil-kerikil itu masuk diantara rongga-rongga batu besar. Dan sekarang toples benar-benar kelihatan penuh. Kembali sang guru bertanya “sudah penuhkah toples ini?”. Sang murid menjawab “sudahhhh”. Kembali sang guru mengambil pasir, dan memasukkannya ke dalam toples. Pasir itu meresap ke bawah, diantara lobang-lobang kosong. Ternyata masih masuk. Murid-murid keheranan. Dua kali jawaban mereka salah. Kembali sang guru bertanya, “masih muatkah toples ini?”. Dengan sedikit ragu murid-murid menjawab “belummm”. Dan benar, air yang ada masih bisa dituang. Karena pasir yang sudah dimasukkan sebelumnya, sifatnya meresap air.

Pengkiasannya seperti apa saya lupa, yang saya ingat hanya batu besar, bahwa itu adalah keluarga. Hal yang harus kita dahulukan. Pesan dari cerita ini adalah, ketika kita bisa tepat meprioritaskan, maka semua akan bisa masuk. Tapi ketika kita salah, jangan harap yang lain bisa kita dapatkan. Coba misalkan dari cerita tadi, urutan memasukannya dibalik, batu besar yang paling terakhir masuk, bisa jadi toples itu tidak muat. Dan memang begitulah dalam kehidupan kita sehari-hari. Harus ada prioritas, mana dulu yang harus didahulukan. Keluarga tentu saja mejadi nomer satu, seperti batu besar yang pertama kali masuk. Kemudian kerikil adalah teman-teman, sahabat-sahabat kita, yang bisa mengisi diantara kehangatan keluarga. Pasir adalah pekerjaan kita, dimana setelah keluarga dan sahabat, pekerjaan tetap harus diperhatikan. Sementara air adalah rekreasi. Diantara sibuknya kegiatan kita, dia masih bisa meresap seperti air tadi. Yahhhh, namanya juga kiasan, sah-sah saja saya mendefinisikan seperti ini.

Tapi saudara, bukan pada definisi ini poinnya. Tapi pada prioritas. Dimana saya merasa, akhir-akhir ini, saya sibuk dengan kehidupan saya sendiri. EGOIS akut! Sudah jarang menelpon rumah, yang biasanya seminggu sekali pasti saya lakukan. Sudah jarang contact teman-teman. Ya, sekedar sms hai apa kabar. Atau selamat malam saja, saya sudah tidak pernah. Merasa sibuk sendiri dengan kehidupan kecil saya. Ini yang saya anggap salah dalam hidup saya. Mau tidak mau, ini harus segera saya penuhi. Agar tidak terjadi penyesalan untuk kedua kalinya.

SEMANGAT PERUBAHAN!!! Membuat prioritas yang benar!!!
Previous
Next Post »