Tiga Januari


Tiga hari dilalui di bulan Januari. Tak ada yang special! Aku masih sering bangun kesiangan, rasa malas masih bersahabat karib denganku, dan ketidakjelasan masih lekat padaku. Hujan semakin sering bertandang. Aspal-aspal semakin basah, lempung-lempung memerah. Genangan-genangan semakin tumpah. Tidak ada yang baru disini, yang baru hanya tahunnya. Pun tak ada yang berubah. Hanya kalendarnya yang nampak diganti. Selebihnya sama saja.

Dentuman musik berdentang dari speaker kecil di samping kanan-kiri komputer. Suaranya hanya keluar sebelah, yang sebelah lagi entah kenapa, tidak mau turut memeriahkan pagi. Berhari-hari, berbulan-bulan rusak, dan tak ada yang peduli padanya. Menunggu waktu yang sebelah mengikutinya, dan mereka berdua bersama-sama akan jadi rongsokan.

Geliat pagi selalu sama. Orang-orang dengan muka YES MAN berlalu lalang. Bergegas. Dari wajah-wajah mereka yang bercerita, ada enggan disana, ada lelah disana, tapi tak bisa mereka lawan! Pasrah. Menganggap semua ini adalah takdir yang harus diterima. “Sudah seperti ini sejak dulu, ini kami warisi dari orang sebelum kami!”. Aku tak peduli. Tapi aku tak mau menjadi bagian dari salahsatunya. Aku ingin menjadi diriku dengan wajah bercerita bahagia. Ada mimpi disana, ada harapan disana, ada kepercayaan tentang hari depan yang baik.

Pagi ini tak ada gelas kopi. Sachet itu menunggu untuk kuaniaya. Tapi maaf, tidak saat ini! Mungkin nanti iya. Gelas kopi memamng membuat pagi lebih ceria, tapi tanpa gelas kopi, pagiku pun akan tetap bahagia. Karena aku punya cuacaku sendiri. It’s my life!!! *dan lagunya Bonjovi pun mengalun*

Disana, matahari nampak masih malu-malu. Wajahnya belum cerah maksimal. Sisa mendung masih sedikit menutupi. Hangatnya tidak kentara. Tapi patut disyukuri, karena bangun pagi ini, dia masih setia dengan janjinya. Mengahangatkan bumi setiap paginya, tanpa pamrih apapun. SEMANGAT PAGI!!!

Previous
Next Post »