Sapalah Kami dengan Lembut

Kalau tak bisa merubah, setidaknya kamu masih punya cinta dan doa, dalam setiap khusyukmu

Ya, itu setidaknya!

Kalau hanya menonjolkan diri dan mendaku kebenaran, aku khawatir, orang-orang bukannya simpati, tapi malah antipati padamu. Ya, kalau orang sudah benar, tanpa nasihat pun, dia akan sudah berada di track yang seharusnya. Tanpa kalimat-kalimat baik yang kau sampaikan dengan cara, yang menurutku, tak lembut itu, orang-orang benar memang sudah akan ada pada tracknya. Semacam bebek, tak usah kau ajari pun, dia akan tetap bisa berenang.

Tapi, orang yang mencoba baik, tetiba kau skak-mat dengan ujaranmu yang tak lembut itu, aku khawatir, sungguh khawatir, orang akan semakin antipati pada kita, semua dari kita. Walau engkau bukan representasi dari kita. Tapi, itu yang orang-orang lihat. Engkau bagian dari kita, meski tidak semua kita begitu.

Entah benar entah juga tidak, pernah ada sebuah cerita yang mampir di telinga. Tentang seorang penyanyi ternama yang namanya dulu berkibar pada tahun 90an. Sebut saja nama dia Gombloh. Seorang musisi dari Jawa Timur. Musisi dengan lagu-lagunya yang melegenda pada masanya, bahkan mungkin hingga kini.

Kau tahu apa yang Gombloh lakukan di Doli yang sekarang sudah tutup itu? Tempat yang sekali mendengar orang-orang sudah akan mempersepsi buruk dan memandang sebelah mata. Orang-orang sudah akan menghakimi semua jajaran penghuni daerah itu, tanpa harus repot bertanya dan mencari tahu, karena apa para penghuni itu akhirnya "terdaftar" menjadi warga Doli. Mungkin pendapatmu akan sama, ya karena dia di Doli, maka itu buruk. Titik! Tak perlu kau repot mencari tahu kenapa.

Jadi, Gombloh yang penyanyi itu, konon dari yang aku pernah dengar, setiap habis dapat uang dari nyanyi, dia belikan kutang dan dia lempar ke pintu-pintu penghuni Doli. Mungkin sambil melempar itu ke pintu-pintu, disambil nyanyi-nyanyi, menghibur warga Doli. Tapi, mungkin juga tidak sambil nyanyi.

Gombloh tidak punya persepsi buruk tentang warga penghuni Doli, selain cinta dan doa. Mungkin benar, yang dilakukan warga penghuni Doli memang tak baik. Tapi ada sebab dari semua itu. Mungkin karena nasi yang dicuri, mungkin karena pekerjaan yang ditelikung, mungkin juga karena pendidikan yang dilarang untuk warga miskin.

Gombloh tidak punya cukup daya untuk memperbaiki itu semua. Tapi Gombloh, punya banyak cinta dan doa, dalam setiap khusyuknya. Dia punya banyak cinta dan doa, untuk sedikit meringankan beban mereka, tanpa harus latah turut menghujat.

Kuharap kau pun begitu. Lembutmu mendahului prsangakamu. Jangan terburu mengangkat telunjuk, menunjuk-nunjuk. Perbanyak peluk, dengarkan dengan hati yang terketuk. Mereka butuh diperhatikan, didengar. Bukan dihujat. Tentu saja mereka, tentu saja kami, tentu saja aku, sudah muak dihujat. Sapalah, tanyalah, karena kami rindu itu. Ajaklah kami bicara.
Previous
Next Post »