Menulis, apa yg pengen ditulis?

Menulis apa yang pengen ditulis? Tidak ada. Menceritakan pagi, pagi siapa kah yang akan aku ceritakan? Pagiku, pagimu, paginya? Tidak ada. Meskipun hari ini begitu cerah, mentari datang tepat waktu (dan selalu tepat waktu), tak terbayangkan jika mentari terlambat meski hanya semenit saja. Sungguh indah kuasa-Mu, Ya Rabb. Burung-burung riang berangkat kerja, menjemput rizkinya, meski sedikit kesulitan mencari pohon-pohon teduh. Berkicau, sesaat hinggap di atap gedung bertingkat, mungkin saja sedang istirahat. Lelah mengepakkan sayap. Tak kalah seru dengan orang-orang yang sudah sejak habis Subuh tadi berlalu lalang.

Kopi, ya selalu ada kopi untuk mengawali pagi. Hasil seduhan tanganku sendiri (berharap kelak tidak lagi), sudah tandas sebenarnya. Tinggal gelas bulat kosong yang menyisakan bercak cokelat sisa kopi. Alunan musik dari pemutar lagu berdendang lembut, dua lagu lama yang asyik di telinga berulang dari tadi. Hanya dua lagu. Kebiasaan yang aneh. Selalu memutar playlist yang mengena di hati, dan begitu terus sampai bosan. Sering hal ini membuat teman-teman kerjaku sewot. “Ganti napa, dari tadi lagunya itu-itu aja”. Nyengir. Aku sangat ngerti perasaan teman-teman, meski playlistnya tidak akan diganti sebelum kebosanan itu bertandang.

Ah, pagi siapakah yang kau ceritakan, Kawan? Bukankah tak ada pagi yang bisa kau ceritakan tadi. Tidak pagiku, tidak pagimu, tidak pula paginya.

Ya sudahlah. Tak perlu kau ambil pusing, Kawan! Entah pagi siapa yang aku ceritakan. Mungkin saja pagi mereka, burung-burung yang terbang riang pagi ini maksudku. Indah nian hidup mereka, Kawan. Terbang bebas tanpa beban. Tak risau dengan kurs dollar yang naik turun. Tak mau ambil pusing dengan pimpinan mereka yang ribut pengen kantor baru, tak galau dengan persatuan olahraga mereka yang kacau tak berkesudahan, mereka tak ambil pusing dengan semua itu. Segala berita tak enak hati yang selalu menjadi headline di koran-koran. Tak pernah. Mereka bergembira. Riang bernyanyi setiap pagi, berangkat kerja mencari penghidupan, dan sorenya pulang dengan hati senang karena sudah kenyang. Tak ada kekhawatiran seperti apa masa depan mereka. Tak ada kekhawatiran esok akan makan apa. Tak ada kekhawatiran kalau-kalau BBM naik (lagi). Mungkin saja mereka sempat risau ketika pohon-pohon besar tempat mereka beristirahat semakin berkurang saja di Ibukota tercinta. Tapi toh mereka tetap bersyukur dan tidak berdemo pada manusia. Sepertinya mereka selalu yakin akan janji Tuhan. Segala kebutuhan mereka sudah dijamin oleh Dzat yang menciptakan mereka. Buat apa risau? Mungkin akan seperti itu jawab mereka kalau kita sempat menanyakan. Aha, sepertinya kita harus belajar kepada mereka, Kawan. Tentang rasa cukup dan syukur atas apa yang kita miliki sekarang ini. Riang hati menjalani hari tanpa dirisaukkan tentang masa depan yang tidak kita ketahui, bahkan mungkin tidak kita miliki. Karena milik kita adalah hari ini (itu pun atas izin-Nya tentu saja).


#”Wangikan Dunia” mengalun bergantian dengan “Cinta Mulia”. Selamat Pagi, Kawan!#
Previous
Next Post »