[tulisanngaco] Hari Emak

Hari ini meriah sekali melihat sebagian besar status dari teman-teman di FB mengucapkan selamat hari ibu. Ungkapan cinta yang hadir hanya setahun sekali. 22 Desember. *Aha, nggak setahun sekali juga kali, Son. Itu kan simbolisasi. Bukti kalo kita emang menghargai Ibu kita, sampai kita membuatkannya satu hari spesial untuk mereka : HARI IBU di antara 365 hari. Sementara kita tidak pernah membuatkan HARI BAPAK untuk bapak kita. (Setidaknya untuk di Indonesia)*.

Hal ini menarik buatku. Setahun lalu pun (22 Desember 2009) aku juga menulis (walopun ngaco seperti ini juga) cerita tentang hari ibu di blogku. Aku ini tidak termasuk salah satu orang yang merayakan “ritual” ini. Bukan berarti aku tidak menyayangi emak yang sudah dengan susah payah mengejan hingga akhirnya aku mbrojol ke dunia ini. Bukan begitu. Tapi lebih karena, seumur-umur, dari aku lahir sampai jenggotan seperti sekarang ini (sudah di cukur tapi), keluargaku tidak pernah merayakannya. Paling mentok hari ibu aku “gunakan” untuk menjawab soal-soal pengetahuan umum di bangku sekolah. (Oh, pernah sekolah juga???). Tidak pernah ada yang spesial untuk emakku tercinta di tanggal 22 Desember seperti sekarang ini. Emak akan tetap rajin ke sawah. Dan aku tetap rajin membolos. Tak ada sebuket bunga yang sengaja ku taruh di dekat tempat tidurnya. Atau kejutan spesial dengan membacakan puisi terindah di hadapannya. Atau goyang ngebor inul di depan kamar emak. (Loh? Hehehe. Kalau ini nggak termasuk teman-teman. Maaf, yang nulis nggak waras sudah masuk tingkat tinggi). Tanggal 22 Desember bagi keluargaku sama seperti tanggal-tanggal lainnya. Nothing spesial.

Di tulisan ini aku tidak bermaksud mengatakan bahwa merayakan hari Ibu itu tidak boleh. Tidak. Tapi lebih karena memang perayaan Hari Ibu itu tidak pernah mampir dalam agenda tahunan keluargaku. Di kampuang tempat aku tinggal pun, hampir semua warganya sama seperti keluargaku, tidak merayakan hari ibu. (Sepertinya memang perayaan itu masih asing di telinga kami).

Nggak usah dipikirin lah! ^_^

Mungkin ada baiknya juga kalau kita mencari tahu asal-usul alias sejarah hari ibu di Negara kita tercinta ini : INDONESIA. Biar kita meperingatiya bisa lebih afdhol gitcyuu. Hehehe. Akhirnya setelah tadi aku iseng ngobrol dengan Mbah Gugel, Aku dapet sejarah tentang hari ibu di Wikipedia. Cekidot ceritanya : sejarah Hari Ibu di Indonesia diawali dari bertemunya para pejuang wanita dengan mengadakan Konggres Perempuan Indonesia I pada 22-25 Desember1928 di Yogyakarta. Hasil dari kongres tersebut salah satunya adalah membentuk Kongres Perempuan yang kini dikenal sebagai Kongres Wanita Indonesia (Kowani).

Peristiwa itu dianggap sebagai salah satu tonggak penting sejarah perjuangan kaum perempuan Indonesia. Pemimpin organisasi perempuan dari berbagai wilayah se-Nusantara berkumpul menyatukan pikiran dan semangat untuk berjuang menuju kemerdekaan dan perbaikan nasib kaum perempuan. Berbagai isu yang saat itu dipikirkan untuk digarap adalah persatuan perempuan Nusantara; pelibatan perempuan dalam perjuangan melawan kemerdekaan; pelibatan perempuan dalam berbagai aspek pembangunan bangsa; perdagangan anak-anak dan kaum perempuan; perbaikan gizi dan kesehatan bagi ibu dan balita; pernikahan usia dini bagi perempuan, dan sebagainya. Tanpa diwarnai gembar-gembor kesetaraan jender, para pejuang perempuan itu melakukan pemikiran kritis dan aneka upaya yang amat penting bagi kemajuan bangsa.

Penetapan tanggal 22 Desember sebagai perayaan Hari Ibu diputuskan dalam Kongres Perempuan Indonesia III pada tahun 1938. Peringatan 25 tahun Hari Ibu pada tahun 1953 dirayakan meriah di tak kurang dari 85 kota Indonesia, mulai dari Meulaboh sampai Ternate.

Presiden Soekarno menetapkan melalui Dekrit Presiden No. 316 tahun 1959 bahwa tanggal 22 Desember adalah Hari Ibu dan dirayakan secara nasional hingga kini.(Sumber : Wikipedia).

Ternyata, awal mula hari Ibu bukan berawal dari Ibu dilihat dari sosok ke-“IBU”-annya. Tapi lebih karena peran mereka dalam memperjuangkan kemerdekaan dan perbaikan nasib kaum perempuan. (Mungkin dulu harusnya diberi nama hari perempuan kali ya?) ^_^. Tapi sekerang, setelah kurang lebih 51 tahun, peringatan hari ibu telah mengalami pergeseran makna, dari memperingati semangat perempuan yang kala itu memperjuangkan kemerdekaan dan perbaikan nasibnya, menjadi hari Ibu dari sudut pandang Ibu sebagai sosok “IBU” dalam keluarga.

Dan kita akan menemukan fakta yang berbeda lagi tentang perayaan Mother’s day (bukan hari ibu ya, teman-teman). Mother’s day adalah sejenis peringatan hari ibu tapi di luar negeri. (Ya iyalah, dari bahasanya juga udah kelihatan,Son!). Hehe. Di Peringatan Mother’s Day ini, di sebagian negara Eropa dan Timur Tengah mendapat pengaruh dari kebiasaan memuja Dewi Rhea, istri Dewa Kronos, dan ibu para dewa dalam sejarah Yunani kuno. (Nah, lohh). Maka, di negara-negara tersebut, peringatan Mother’s Day jatuh pada bulan Maret.

Sementara di Amerika Serikat dan lebih dari 75 negara lainnya, seperti Australia, Kanada, Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Malaysia, Singapura, Taiwan, dan Hongkong, peringatan Mother’s Day jatuh pada hari Minggu kedua bulan Mei. Karena pada tanggal itu pada tahun 1870 aktivis sosial Julia Ward Howe mencanangkan pentingnya perempuan bersatu melawan perang saudara. Aha, sudah beda lagi kan?(sumbernya lagi-lagi dari mbah gugel, tadi iseng nyari).

Tapi apapun alasannya, seperti apa sejarah awal mula hari ibu itu, memang sudah selayaknya kita harus mengapresiasi Ibu, Emak, Enyak, Umi, Bunda, Bundo, Mami, Mamah, Mamak dan apapun itu istilahnya, atas ketulusan dan keikhlasan mereka dalam membesarkan kita. Kasih sayangnya yang tak pernah meminta balas. Keikhlasannya yang sungguh tiada tandingnya. Dan (mungkin) orang yang pertama kali dengan penuh cinta mencium pipi kita. Ihirrrr....

Aku berharap, hari ibu kita tidak berhenti di satu hari ini saja. Yang hanya 24jam, hanya 1440menit, atau hanya 86400 detik saja (tadi ngitung dulu pake kalkulator, kalau salah tolong benerin ya?). Tapi tiap hari bagi kita adalah hari ibu. Tiap hari adalah hari bapak. Tiap hari adalah hari keluarga. ^_^
Semoga tak hanya sesaat. Tapi konsisten dan selamanya...

Dan saya bingung mau nulis apalagi…
Kita tutup saja kalau begitu. Boleh lah sore ini kita nyanyi bareng Bang Iwan Fals untuk mengobati rindu kepada emak yang jauh di kampuang sana. Hehehe..

Ribuan kilo jalan yang kau tempuh
Lewati rintang untuk aku anakmu
Ibuku sayang masih terus berjalan
Walau tapak kaki, penuh darah penuh nanah

Seperti udara kasih yang engkau berikan
Tak mampu ku membalas
ibu...ibu

Ingin kudekat dan menangis di pangkuanmu
Sampai aku tertidur, bagai masa kecil dulu
Lalu doa-doa baluri sekujur tubuhku

Dengan apa membalas
ibu...ibu....
Seperti udara kasih yang engkau berikan
Tak mampu ku membalas...ibu...ibu
Previous
Next Post »